Iklan Halaman Depan

Masukkan kode iklan di sini. Diwajibkan iklan ukuran 300px x 250px. Iklan ini hanya akan tampil di halaman utama pada tampilan desktop.

GilaBola+

filejamil.cf. Gambar tema oleh MichaelJay. Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Pilpres 2019+

Video Terpopuler

detikNews

Berita Utama

Kategori Berita

FAQ's

Ads

Ads
detikcoy

Tag Populer

Tampilkan postingan dengan label Tulisan Popular. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulisan Popular. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Oktober 2014

MASUK SD DENGAN MENCURI START DI PAUD MERUGIKAN ANAK

    Rabu, Oktober 29, 2014  
Kali ini admint mencoba menulis ulang sebuah artikel yang menarik dan dapat menjadi bahan renungan bagi terutama para guru, pendidik PAUD, dan orang tua kita, yang menitipkan anak-anaknya di lembag-lembag PAUD khususnya tentang dilematika mengajar membaca dan menulis pada Anak Usia Dini di PAUD dan TK tersebut. sebagai berikut :

Apakah Anda gelisah kalau si 5-6 tahun belum bisa baca tulis dan berhitung?
Kalau jawabannya "ya", selamat bergabung bersama 61,5% responden nakita. Padahal, mereka atau mungkin Anda tahu lulusan TK tidak diwajibkan dapat membaca. Toh ini bak buah simalakama. Kalau si kecil tidak diajarkan membaca, menulis dan berhitung (calistung), bisa-bisa ia tidak lolos tes masuk ke SD favorit.

Memang, sih, seperti dikatakan sebuah sumber di SD swasta favorit, tes calistung bukan merupakan pokok dari keseluruhan tes. Meskipun anak belum mampu calistung bukan berarti dia langsung gagal. "Masih banyak penilaian lain yang akan menentukan apakah anak akan diterima atau tidak," ujar salah seorang staf penguji ini. Misalnya, tes motorik halus, kasar, auditori, visual, daya pikir, dan bahasa. "Hanya, bila anak mampu calistung, maka ada nilai tambah yang mungkin akan membuatnya lebih berpeluang untuk diterima. Kalaupun tidak lulus lebih cenderung karena anak tidak bisa diajak komunikasi, pemalu, egonya tinggi, dan kemandiriannya sangat rendah. Lagi pula tes ini dilakukan mengingat banyaknya peminat yang ingin masuk sehingga mau tidak mau harus ada seleksi."

Hal yang sama juga dilakukan oleh salah satu sekolah favorit yang ada di kawasan Depok. Menurut sumber yang merupakan staf litbang di sekolah tersebut, calistung termasuk tes yang diujikan di sekolah ini. Namun, lanjutnya, kemampuan anak dalam calistung tidak menentukan dia akan diterima di sekolah tersebut. Begitu pula sebaliknya. Jika kemampuan calistungnya bagus tapi kemandiriannya sangat kurang, mungkin saja anak tidak lulus. Boleh dibilang, tes ini hanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak dalam hal calistung.

Salah satu pengajar SD swasta di Grogol Jakarta Barat pun mengakui tes calistung yang diadakan di sekolah hanya sebagai proses seleksi saja mengingat banyaknya peminat yang ingin masuk. Tentu, seleksi yang dilakukan tidak terlalu formal, tetap memerhatikan sifat anak yang masih ingin bebas dan tidak ingin ditekan.
Terlepas bahwa calistung hanya merupakan salah satu materi tes seleksi SD yang tidak menentukan kelulusan, pada kenyataannya sekolah-sekolah favorit menginginkan murid-murid yang berkompetensi tinggi. Logisnya, kalau bisa menjaring murid yang sudah lancar calistung dasar, untuk apa susah-susah mengajari anak yang kemampuannya lebih rendah?

Lihat saja pelajaran anak-anak kelas 1 SD sekarang. Di minggu-minggu pertama sekolah, mereka langsung dihadapkan pada lembar-lembar padat teks yang menuntut kemampuan membaca. Bayangkan kalau si anak belum mampu dan gurunya menuntut demikian, sudah dapat dipastikan ia bakal merasa tertekan.

Siapa yang salah dalam keadaan ini? Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia yang mencakup kelompok bermain dan taman kanak-kanak sebenarnya tidak mencatumkan pengajaran baca tulis berhitung. Sampai-sampai, Dra. Diah Harianti, M.Psi, Kepala Pusat Bagian Kurikulum Balitbang Depdiknas, menyebut tuntutan calistung di TK dan seleksi masuk SD sebagai "kecurangan". Toh, anjing menggonggong kafilah berlalu. Anak-anak yang sudah mampu calistung mendapat kans lebih besar saat mengikuti tes masuk SD. Inilah bedanya kurikulum dengan kenyataan. Tidak heran kalau kemampuan calistung menjadi target kebanyakan orangtua yang anaknya baru duduk di TK bahkan di playgroup. Alasan mereka, kompetisinya makin ketat, bukan?

Tes seleksi masuk SD pun, kata Diah, amat tidak disarankan karena setiap anak Indonesia wajib bersekolah dan bisa bersekolah di mana pun. Tes masuk hanya untuk mengetahui latar belakang masing-masing murid agar guru dapat memahami kondisi mereka demi tercapainya tujuan pembelajaran kelak. Padahal, di SD-SD favorit berlaku sistem seleksi.

Sayangnya, seperti diakui Diah, tidak ada sanksi untuk pelanggar aturan tersebut. Beberapa SD swasta umpamanya banyak yang sudah menentukan ciri khasnya sendiri. "Pemerintah sebenarnya sudah pernah membuat surat edaran berisi imbauan bahwa tidak boleh ada penyelenggaraan tes masuk SD dan pengajaran baca-tulis di TK. Hanya saja memang tidak ada tindakan berupa sanksi." Alasannya, masing-masing sekolah memiliki hak otonomi, sehingga Depdiknas tidak dapat berbuat banyak. Lo? Jadi, Diah menyerahkan semuanya kembali kepada para orangtua.

Sumber : Disunting dari Majalah Nakita, dengan sedikit perubahan dan penambahan !!.

Kamis, 20 Maret 2014

JANGAN BUNUH KHAYALAN ANAK DALAM DONGENG DAN CERITA

    Kamis, Maret 20, 2014  
Sudah saatnya kita melakukan perubahan, perubahan berfikir kreatif yang selama ini masyarakat kita miliki yang ternyata dimulai dari kemampuan berfikir imajinatif yang salah. Kesalahan ini diwariskan dari generasi ke generasi hingga anak-anak kita sekarang. Hingga yang terbentuk adalah generasi berfikir dangkal dan mau enak sendiri, serba instan saja.

Penyebabnya adalah kita selalu membunuh khayalan anak. Patronizing. Kita orang dewasa terlalu menganggap remeh anak-anak. Kita tidak pernah mau menerima dan memahami bahwa Anak dapat menarik interpretasi sendiri dengan kreatif dan imajinatif.

Salah satu kehebatan cerita dan dongeng di buku adalah kita bisa mengkhayal. Jika diceritakan tentang seorang yang tinggi dan besar, maka apa yang ada di kepala anak akan berbeda. Demikian juga deskripsi tentang lingkungan yang ada juga dapat berbeda jauh. Berbeda dengan film, yang mana apa yang ditampilkan di sana merupakan visualisasi sudut pandang dari pembuat filmnya saja.

Perbedaan visualiasi ini mungkin justru yang membuat seseorang anak menyukai (atau membenci) sebuah cerita. Mungkin apa yang diceritakan itu nyambung dengan perjalanan hidupnya, yang ketika itu sedang bergembira ria (atau berduka). Perbedaan visualisasi ini terkait dengan latar belakang sang pembaca. Orang yang berasal dari lingkungan terdidik di luar negeri mungkin akan mudah menangkap cerita yang estetik, futuristik, terbang ke luar angkasa. Sementara yang lingkungannya seperti kita mungkin lebih mudah menerima cerita mistik dan hantu. hehehe...

Ada yang menarik perhatian yaitu perbedaan dalam cara orang Barat kreatif dan orang Indonesia bercerita kurang kreatif. Dalam dongeng dan cerita anak di Barat, seringkali tidak semuanya diceritakan secara harfiah. anak diharapkan mengisi sendiri dengan interpretasinya. Misalnya seekor Singa yang menunggu lamaaa sekali. Maka yang ditampilkan adalah seekor Singa yang kusut penampilannya. Gelisah. Duduk. Rebahan. Ada beberapa tulang di dekat situ. Dengan puluhan ekor lalat dan burung bangkai mengitarinya. Sementara cara orang Indonesia bercerita atau mendongeng beda lagi; langsung Singanya dan dia berkata “aku sudah menunggu lama di sini”. (begitu monoton, langsung dan instan).

Cara pendongeng kita yang terakhir itu sangat menyebalkan. Membunuh khayalan anak, merusak kemampuan berfikir. Patronizing. anak tidak dipercaya dan dianggap tidak dapat menarik interpretasi sendiri? menurut saya ini "menyebalkan". Akhirnya akan dapat terbentuk watak-watak anak yang meniru tayangan aneh yang tidak logis, seperti difelem-felem dan senetron kita yang kebanyakan mistik mulu, Pak kiyai tinggal kebutkan surban atau lempar kopiah maka siluman dan hantu akan musnah; itu yang terbaca dan direkam dari "kata anak-anak"..? nah..lhoo????.

Dari: http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/.... terimakasih sudah berkunjug... salam kenal salam anak indonesia.

Selasa, 18 Maret 2014

PANDUAN JUKNIS LOMBA APRESIASI PTKPAUNI BERPRESTASI TAHUN 2014

    Selasa, Maret 18, 2014  
Jenis-jenis Lomba Apresiasi PTKPAUDNI Berprestasi tahun 2014 ini adalah :


A. Lomba Perorangan


B. Lomba Kelompok Beregu

     - Senam Aerobik
     - Paduan Suara

Pelaksanaan Apresiasi PTKPAUDNI Beprestasi Tingkat Nasional tahun 2014 dilaksanakan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tanggal 9 - 15 Juli 2014

Tema kegiatan Apresiasi PTKPAUDNI Beprestasi Tingkat Nasional tahun 2014 adalah "Melalui Apresiasi PTK-PAUNI Berprestasi Kita Wujudkan PTK-PAUDNI yang Kompetitif, Profesional dan Bermartabat".

Untuk persyaratan Perserta Lomba Apresiasi PTKPAUDNI Berprestasi Tahun 2014 ini ada sedikit perbedaan dibanding lomba Apresiasi tahun-tahun sebelumnya ada beberapa persyaratan baru diantaranya :
  • Semua jenis instruktur kursus dan pengelola LKP tidak berstatus sebagai pamong belajar, guru pada semua jenjang pendidikan formal atau dosen pada perguruan tinggi. 
  • Selanjutnya pendidik PAUD tidak berstatus sebagai guru pada semua jenjang pendidikan formal, sedangkan pengelola PAUD tidak berstatus sebagai PNS.
  • Tutor keaksaraan fungsional, pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan pengelola Taman Bacaan Masyarakat tidak berstatus sebagai PNS.
  • Peserta yang pernah menjadi juara pertama tingkat provinsi pada tiga tahun terakhir tidak boleh mengikuti semua jenis lomba pada Apresiasi PTK PAUDNI Berprestasi 2014. Artinya peserta pada tahun 2014 sama sekali berbeda dengan edisi Apresiasi PTK PAUDNI tiga tahun terakhir. Atau peserta yang mewakili provinsi (juara pertama) pada Apresiasi PTK PAUDNI tahun 2011, 2012 dan 2013 dilarang ikut sertaSumber

Untuk panduan dan Juknis Lengkap Apresiasi PTKPAUDNI Berprestasi tahun 2014  Silakan Download di sini !!

Sabtu, 25 Januari 2014

FUNCTION OF EARLY CHILDHOOD EDUCATION

    Sabtu, Januari 25, 2014  
Program activities play in early childhood education has a number of functions, namely : (1) to develop all the capabilities of the child in accordance with the stage of development, (2) introduce children to the world around, (3) developing the socialization of children, (4) introduce regulations and instill discipline in children, and (5) provide opportunities for children to enjoy playing.


Based on the purpose of early childhood education can be explored some of the functions of early childhood education, namely :

a. Adaptation function


Play a role in helping children to adjust to a variety of environmental conditions and adjust to the situation in itself. With children are in early childhood education institutions, educators help them adapt the home environment to the school environment . Children also learn to recognize himself.

b . Socialization function

Play a role in helping children to have social skills that are useful in the association and everyday life in which it is located. In early childhood education institutions will meet children with other peers. They can socialize, have many friends and recognize his qualities.

c . Development function

In early childhood education institutions is expected to be the development of children 's potential. Each element of the potential of the child requires a situation or environment that can develop this potential towards optimal development potential to become useful for the children themselves and their environment .

d . Playing function

Associated with providing children the opportunity to play , because the play itself is essentially a children's rights throughout the life span. Through play children will explore their world and construct their own knowledge.

source: excerpted from various sources..

Kamis, 26 Desember 2013

BUKU : Pendidikan Anak Usia Dini

    Kamis, Desember 26, 2013  
Judul Buku : PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Penulis : Imas Kurniasi,S.Pdi
Penerbit: Edukasia
Tahun   : 2013
Harga Buku : Rp 32.000,-

Usia Dini adalah masa-masa usia emas bagi anak “Golden Age” dimana karakter anak akan  dibentuk. Setelah usia anak bertambah, semakin kompleks faktor-faktor yang  membentuk kepribadian anak. Banyak sifat anak  akan terbentuk  oleh teman dan lingkungan dimana ia berada. Karena itu sangat penting  untuk membentuk anak sejak usia dini. Hanya orang  tua dan guru yang bisa melakukannya. Buku ini sangat pas menjadi buku pegangan orang tua dan guru dalam mendidik anak di usia dini, karena di tangan orang tua dan gurulah perkembangan dan kepribadian anak  akan banyak terbentuk.

Selasa, 24 Desember 2013

HOPE AND CONDITIONS ECD (Early Childhood Education) IN INDONESIA

    Selasa, Desember 24, 2013  
This description of the ideals and the real conditions of the Early Childhood Education (ECD) in Indonesia has been described in detail in the previous chapters in the book Great Development Framework Indonesia early childhood period 2011-2025. But to remind and reinforce national commitments about how important it was held "ECD National Movement", In summary expectations and actual conditions of early childhood education in Indonesia need to be raised again.
Great ideals of early childhood development in Indonesia is the Indonesian wants to deliver a child into the comprehensive intelligent child. It is expected that they would become an instrument of nation-building and investment as expected. Therefore, the early childhood education system within the framework of national and human resource development are fundamental and should be a major concern. However, by the end of 2010 early childhood development in Indonesia is still not reached expectations, both quantitatively and qualitatively. Quantitatively, the construction of a new early childhood APK reached 53.70 %. Likewise qualitatively, as described previously ; achievement of quality early childhood education is not showing as expected as well. The more striking difference, when compared with other countries, the position of Indonesia, including early childhood development gains lagged.

The picture suggests we need a special action, even extra support from all parties in order to achievement of early childhood building can be more quickly realized. The most rational action and allow is to build awareness of all components and resources of the nation and national self-reliance potential to be together and work together to move and participate in early childhood development. Therefore, activities that can " mobilize " all potential needs to be rolled out. The activity was conducted in the form of: "ECD National Movement".

Sources : Big Development Framework ECD Indonesia. The period 2011 -2025

Sabtu, 21 Desember 2013

PANDANGAN DASAR AHLI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

    Sabtu, Desember 21, 2013  
1. John H. Pestalozzi

Pestalozzi sangat menekankan pada pengembangan aspek sosial sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial akan berkembang jika pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik. Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang dapat memberikan sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budipekerti dan agama.


Pandangan dasar Pestalozzi  yang pertama menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan pada dasarnya bersumber dari pengamatan. Pandangan mendasar Pestalozzi ini ternyata terbukti oleh penelitian peoples (1988) yang telah dikemukakan terdahulu bahwa 75% pengetahuan manusia diperoleh melalui pengamatan. Kembali pada pandangan Pestalozzi, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian, bahkan pengertian yang tanpa pengamatan merupakan sesuatu pengertian yang kosong (abstrak). Pandangan kedua adalah menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melakukan interaksi degan lingkungannya. Pandangan ketiga adalah pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan pada anakpun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan bahan yang termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks. 


2. Friederich Wilhem Frobel

Frobel merupakan salah seorang tokoh pendidikan anak yang banyak memberikan pengaruh dalam pemikiran baru (modern) dalam pengembangan anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak. Walaupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Frobel banyak memberikan ‘critical thinking’ pada sekolah Pestalozzi terutama dari segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Frobel lahir tahun 1782 di Oberweiszbach (Jerman). Pola pendidikan yang demokratis yang dikembangkannya banyak menimbulkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga ia dianggap sebagai pemberontak.

Pada tahun 1840, untuk merealisasikan cita-citanya Frobel meresmikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama ‘Kindergarten’. Walaupun banyak tantangan (sampai-sampai ditutup lembaga pendidikan tersebut) tidak membuat Frobel patah semangat sehingga ia berniat untuk mengembangkan cita-citanya tersebut di Amerika. Namun sebelum cita-cita tersebut ia meninggal tahun 1852.

Pandangan dasar dari Frobel  pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif. Prinsip kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.  Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel adalah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.

Ide cemerlang pada alat permainan Spielformen dari Frobel  merupakan ide dasar yang sangat releven dengan pengembangan konsep “life skill” (life skill curriculum) yang sekarang banyak menjadi pusat perhatian para ahli pendidikan anak modern. Alat permainan ini memungkinkan anak memberdayakan bahan-bahan mentah di lingkungan sekitar menjadi sesuatu hal yang produktif, inovatif dan kreatif.

Disamping kaya pengembangan potensi individual, spielformen juga sangat menantang anak untuk bermain kooperatif (kerja sama) dengan teman-temannya sehingga menghasilkan sesuatu bangunan permainan yang baik. Interaksi antar anak ini akan memungkinkan terjadinya perkembangan potensi sosiabilitas diantara anak-anak. Dalam pendidikan Frobel mengembangkan dan menanamkan pada anak melalui pengamatan untuk menumbuhkan kecintaan  pada lingkungan sekitar, seperti tumbuhan dan binatang. Hal itu dilakukan dengan kegiatan bercocok tanam, berkebun serta memelihara binatang ternak. Semua bentuk pembelajaran Frobel di atas harus dilaksanakan dalam suasana yang dikenal dengan 3 F, yakni suasana Damai (Friede), Gembira (Freude) dan Merdeka (Freiheit).


3. Maria Montessori
 
Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama. Montessori  lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut menyebabkan dia berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental.

Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental akhirnya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children’s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh anak-anak cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori:

a. Menghargai anak
Setiap anak itu unik sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual. Anak memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa.
 
b. Absorbent Mind ( pemikiran yang cepat  menyerap)
Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap  otak anak dapat diibaratkan seperti sebuah sponse yang cepat menyerap air.  Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam memberikan konsep-konsep pada anak.

c.“sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
 
Pekembangan anak, motesoere

d. Lingkungan yang disiapkan

1)Pendidik hendaknya menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. 
2)Lingkungan ditata dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja.

e. Pendidikan Diri Sendiri

Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak dapat bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh anak karena karyanya sendiri jauh luar biasa dan menakjubkan dibanding jika mereka dibantu. Karya yang dihasilkan beragam dan unik sedangkan yang dibantu hasil karya anak seragam dan sama. Jadi sebenarnya anak dapat belajar sendiri jika kita memberi fasilitas sesuai  dengan potensi dan minatnya.


4. Loris Malaguzzy
Seorang pendidik bernama Loris Malaguzzy terkesan dengan dedikasi para orang tua  dan menawarkan untuk membantu mereka mengembangkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya.

Pandangan L. Malaguzzy dengan Model Pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a.memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
b.Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
c.Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
d.Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
e.Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.

Tujuan pembelajaran dalam Reggio Emilia adalah:
• Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-seumber yang seringkali terabaikan
•Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
• Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
• Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
• Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam issue pendidikan dan budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan pendekatan Reggio Emilia adalah untuk:
• Membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak.
• Mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik.
•Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan.
• Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
• Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio.
• Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya.
• Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.
• Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua.
• Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya.
• Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.

Pemikiran Malaguzzy yang mengedepankan kepentingan anak sebagai seorang individu yang unik dan model pembelajaran Reggio Emilia nya tersebut mengakomodasi kebutuhan anak untuk melakukan eksplorasi, menciptakan kreativitas serta menemukan hal baru. Selain itu, model pembelajaran tersebut mensinergikan peran orang tua dan komunitas di sekitar anak sebagai bagian dari pendidikan untuk anak.


5. Jean Piaget

Jean Piaget lahir di Switzerland (1896-1980). Ia mengembangkan teori kognitif (cognitif theory) sebagai pendekatan belajar.  Piaget sangat berminat tentang bagaimana manusia belajar dan mengembangkan intelektualnya dari lahir sampai hehidupan seterusnya. Ia memilih hidupnya untuk bereksperimen, observasi anak-anak termasuk anaknya sendiri dan menulis teorinya. Piaget telah memperkaya penegtahuan kita tentang pikiran anak dan pengaruh Piaget pada pendidikan anak usia dini.

Pandangan dasar teori kognitif Piaget pertama kerterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Pandangan dasar kedua bahwa perkembangan intelektual berkembang terus menerus. Pandangan dasar ketiga bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual. 
Piaget mengaplikasikan konsep adaptasi tingkat mental dan menggunakannya untuk menjelaskan peningkatan perkembangan intelektual melalui tahapan berpikir. Mental manusia mengadaptasikan pengalaman lingkungan sebagai hasil yang melibatkan orang-orang, tempat dan sesuatu; hasil perkembangan kognitif.
 Menurut Piaget, melalui proses adaptasi dengan lingkungan perkembangan intelektual anak berkembang. Proses adaptasi terbagi 2 yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengambilan data melalui impuls-impuls/rangsang indera dengan pengalaman-pengalaman dan  berbagai kesan yang kemudian digabung menjadi pengetahuan tentang sesuatu (orang, benda). Akomodasi sebagai proses perubahan berpikir, berperilaku dan kepercayaan berdasarkan realitas. Berdasarkan pengalaman melalui inderanya seorang anak tahu tentang kucing. Pada saat anak melihat anjing dan anjing itu disebut kucing. Hal ini dinamakan asimilasi. Begitu anak tahu bahwa anjing itu bukan kucing, sehingga ia dapat membedakan anjing dan kucing. Perubahan pengetahuan tentang anjing dan kucing disebut akomodasi. Jadi asimilasi dan akomodasi terjadi bersama-sama dan saling mengisi, setiapkali anak beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


6. Ki Hajar Dewantoro

Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan dan pengajaran merupakan istilah yang berbeda. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang merupakan cara memberi ilmu pengetahuan dan kecakapan kepada anak-anak sehingga berguna bagi kehidupan lahir dan bathin. Pendidikan dapat bermacam-macam arti, maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat, dan alat. Walaupun berbeda-beda pandangan dalam membahas pendidikan, ada dasar-dasar atau garis-garis yang sama dalam pandangan tersebut. Pendidikan merupakan tuntunan hidup bagi anak-anak. Tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sebagai manusia dan anggota masyarakat sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. Tuntunan hidup itu bergantung pada kaum pendidik dalam membantu anak tumbuh dan berkembang. Dewantoro berpendapat bahwa anak-anak adalah mahluk hidup yang memiliki kodratnya masing-masing. Kaum pendidik hanya membantu menuntun kodratnya tersebut. Jika anak memilki kodrat yang tidak baik, maka tugas pendidik untuk membantunya menjadi baik. Jika anak sudah memiliki kodrat yang baik, maka ia akan lebih baik lagi jika dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Ada bagian-bagian dalam diri manusia yang dapat dan tidak dapat diubah, yaitu (1) yang dapat diubah yaitu kelemahan pikiran, kebodohan, pandangan yang kurang baik, kurang cepatnya berpikir, kecakapan dan lemahnya kemauan, ini disebut Intellegible; (2) yang tidak dapat diubah yaitu biologis yang menyangkut perasaan misalnya takut, malu, kecewa, egoisme, rendah diri, sosial, agama, berani. Perasaan tersebut tetap ada dalam diri manusia sampai anak menjadi dewasa. Jika anak dapat mengendalikan atau menahan perasaannya dengan kecerdasan pikiran dan kemauan kuat, maka anak menjadi baik. Tetapi jika anak tidak dapat menahan diri, maka tabiat asli anak akan terlihat. Pendidikan budi pekerti sangatlah penting menurut Dewantoro. Budi pekerti adalah watak atau tekadnya jiwa yang berazas pada kebatinan. Budi pekerti selalu menggunakan pikiran dan perasaan dalam menimbang atau mengukur sesuatu yang pasti dan tetap. Pikiran dan perasaan tersebut menghasilkan tenaga (perbuatan).

Pendidikan yang ada saat itu hanya berdasarkan pada naluri atau dorongan ingin mendidik, instink, kebiasaan, perkiraan sehingga bersifat tidak tetap atau bisa saja berubah-ubah pada si pendidik. Pendidikan yang teratur memiliki syarat-syarat sebagai berikut: (1) ilmu hidup bathin manusia (ilmu jiwa, psikologi), (2) ilmu hidup jasamani manusia (fisiologi), (3) ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral), (4) ilmu keindahan atau ketertiban lahir (estetika), (5) ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan). Peralatan pendidikan adalah cara-cara mendidik yaitu (1) memberi contoh,  (2) pembiasaan, (3) pengajaran, (4) perintah, paksaan dan hukuman, (5) Laku (disiplin diri), (6) pengalaman lahir dan bathin.

Untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 masa, yaitu (1) masa kanak-kanak/kinderperiod usia 1 – 7 tahun, (2) masa pertumbuhan jiwa dan pikiran usia 7 – 14 tahun, (3) masa soialperiod atau terbentuknya budi pekerti usia 14 – 21 tahun. Sesuai dengan rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan memberi contoh dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk masa sosialperiod dengan cara laku dan pengalaman lahir – bathin.

Dewantoro  juga perduli dengan anak usia dini, dimana pada tanggal 3 juli tahun 1922 di Yogjakarta beliau mendirikan ”Taman   Siswa” diperuntukan bagi anak usia dibawah 7 tahun dengan nama ”Taman Anak” yang seterusnya dikenal dengan  ”Taman Indria”. Perkembangan Taman Siswa berikutnya berdiri sekolah rendah (sekolah dasar) dan sekolah lanjutan pertama. Pembagian sekolah  rendah disesuaikan dengan perkembangan anak menjadi dua bagian yaitu bagian ”Taman Anak” dari kelas I sampai dengan kelas III untuk anak berumur 7 sampai 9 tahun dan ”Taman Muda” dari kelas IV sampai dengan kelas VI untuk anak usia 10 sampai 12 tahun. 
Taman Indria bersemboyan ”tut wuri handayani” artinya bahwa taman ini memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. Sistem yang dipakai  adalah sistem ”among’’ dengan maksud memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan hindari perintah dan paksaan. Sistem ini mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta dapat mencari pengetahuan sendiri.

Menurut Ki Hajar Dewantoro, di dalam kehidupan anak-anak, permainan mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting. Selama anak-anak tidak tidur dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan maka ia sedang bermain. Dengan kata lain permainan mengisi sepenuhnya kehidupan anak-anak, dari bangun tidur sampai mereka tidur lagi. Permainan sangat bermanfaat bagi tumbuhnya budi pekerti, sosial-emosi, disiplin diri, ketertiban, kesetiaan dan kemampuan berpikir. Permainan  anak-anak Indonesia mempunyai corak yang beragam dan istimewa karena dilakukan dengan nyanyian. Permainan traditional yang sering dilakukan anak-anak Indonesia tersebut mengembangkan kemampuan matematika, jasmani, keberanian, motorik halus (cekatan) dan disiplin.

Jika kita analisis bagaimana Ki Hajar Dewantoro menggolongkan usia anak dengan jenis pendidikannya, ternyata gagasan beliau masih sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini terkini.

Jumat, 20 Desember 2013

MODEL PELATIHAN PENDIDIK PAUD BERBASIS PERMAINAN APE TRADISIONAL JANGKRIK DAN ECENG GONDOK

    Jumat, Desember 20, 2013  
MODEL PELATIHAN PENDIDIK PAUD DENGAN APLIKASI APE 
ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) DAN MAUMPINAK JANGKRIK (GRYLLUS MITRATUS BURM)

Oleh : 
AKHMAD SOLIHIN,M.Pd




ABSTRAK



Akhmad Solihin; Model Pelatihan Pendidik PAUD dengan Aplikasi APE Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) dan Meumpinak Jangkrik (Gryllus Mitratus Burm).

Tenaga pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu ujung tombak pada program jalur pendidikan nonformal (PNF) karena itu kemampuan teknis pendidik paud perlu ditingkatkan dengan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang berwawasan lingkungan. Secara garis besar ide pokok yang ditawarkan dalam model diklat pendidik paud berwawasan lingkungan ini adalah Pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia Crassipes) sebagai media pembelajaran APE dalam Beyond Centers and Circle Time (BCCT) dan teknik Meumpinak atau memelihara Jangkrik (GryllusMitratus Burm), untuk kegiatan pelatihan Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Masalah yang ditemukan yaitu : 1) Pelatihan stándar yang selama ini dilaksanakan belum mampu mengangkat nilai-nilai yang berakar dari budaya lokal sendiri. 2) Materi dan konsep Pelatihan masih tergantung dengan hasil pelatihan dari pusat yang sering kurang cocok dengan kondisi setempat terutama daerah terpencil sehingga tidak ada pengembangan sesuai kebutuhan daerah sendiri. 3) Materi yang berulang-ulang diberikan menimbulkan kebosanan menurunkan minat dan kreatifitas bagi pendidik paud dalam melaksanakan program pembelajaran. 4) Masih kurangnya kreatifitas dan inovasi pendidik paud dalam menciptakan media dan ape alternatif yang bersumber dari alam untuk kegiatan pembelajaran paud.
Tujuan; model diklat ini disusun untuk memberikan panduan dan desain alternatif bagi lembaga penyelenggara diklat PTK-PAUD NI di daerah agar dapat menyelenggarakan Diklat kreatif dan berkesinambungan yang bisa meningkatkan kemampuan PTK-PAUD NI pada umumnya dan pendidik paud pada khususnya untuk mengembangkan strategi pembelajaran secara mandiri dan aktif dalam memecahkan masalah dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari.
Landasan teori; Desain pelaksanaan dalam diklat pendidik PAUD ini adalah model IPPO dan IDDIE yaitu suatu proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan atau sistematika yang merupakan suatu kesatuan dari program diklat. Kurikulum; Jenis kurikulum yang dikembangkan dalam model pelatihan ini adalah kurikulum berbasis lapangan.  
Materi diklat; Kebijakan  PTK-PAUD NI Kota Banjarmasin  (2 Jam), Quatum teaching (2 Jam), Pembelajaran Bermain Anak (2 Jam), Experience Learning Circle (ELC) (2 Jam),  Interpersonal Skills  (3 Jam), Pembelajaran Penataan Lingkungan Main (2 Jam), Pemb. Dan  Pengg. Alat Permainaan Edukatif (APE) (3 Jam), Pengembangan Media Alternatif dan Ape Pengganti (4 Jam), Perencanaan Pembelajaran (2 Jam), Praktek Mengajar/Presentasi Ape/Micro Teaching (8 Jam). Kompetensi yang dicapai; 1) Peserta mampu memahami dan menjelaskan kebijakan-kebijakan PTK PAUDNI kabupaten/kota dan propinsi. 2) Peserta mampu melaksanakan Pembelajaran bagi anak didik PAUD. 3) Peserta mampu membuat APE alternatif dan merancang Permainan tradisional menggunakan media dan bahan dari lingkungan alam sekitar. 


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 Perihal Pendidik dan Tenaga Kependidikan, menjelaskan; ayat (1) Tenaga Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan, ayat (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Tenaga Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu ujung tombak pada salah satu program dalam jalur pendidikan nonformal (PNF), Tutor/pendidik PAUD juga menjadi salah satu sasaran pembinaan peningkatan mutu Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal (Dit.PTK-PAUD NI). Mengingat Tutor/pendidik PAUD merupakan ujung tombak dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia melalui jalur pendidikan nonformal, perlu dilakukan berbagai upaya untuk menunjukkan dan meningkatkan kompetensinya.

Kemampuan teknis Tutor/pendidik PAUD perlu ditingkatkan karena  berbagai faktor yang mempengaruhi proses kegiatan mengajar, antara lain latar belakang pendidikan yang rata-rata masih setara SMA bahkan di bawahnya dan pelatihan Tutor/pendidik PAUD dari program studi non kependidikan dan banyak di antara mereka memiliki pengalaman tugas bukan pada bidang pendidikan nonformal, sehingga ada kecendrungan teknik dan metode pembelajaran yang dilakukan masih belum sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau anak didik pada lembaga PAUD yang bersangkutan.

Kegiatan diklat yang selama ini dilaksanakan di daerah ternyata belum mampu menjawab kebutuhan tetang desain pembelajaran yang cocok untuk peserta didik. Pendidik paud yang selama ini telah menerima berbagai pelatihan ternyata belum mampu menerapkan secara maksimal teori dan bahan-bahan pelatihan yang sebagian besar menurut hasil identifikasi pendapat mereka terlalu sulit dipahami. Banyak materi pelatihan itu yang hanya melihat dalam lingkup wilayah atau daerah yang sudah maju, tetapi masih belum bisa diterapkan dilembaga-lembaga paud terpencil yang ada dipelosok-pelosok.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu kiranya dicari model pelatihan yang tepat dan relevan bagi penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Tutor atau pendidik PAUD tersebut, dengan mengedepankan nilai-nilai pendidikan yang berwawasan lingkungan yang mengangkat nilai-nilai sosialbudaya dan nilai alamiah dari lingkungan sendiri.

Model Diklat pendidik PAUD yang dimaksudkan adalah model untuk meningkatkan kompetensi Pendidik PAUD dengan berbagai inovasi-inovasi baru agar dapat menanggulangi masalah-masalah dalam melaksanakan tugasnya. Permasalahan yang terjadi selama ini, tidak efektifnya kegiatan pelatihan yang dilakukan salah satunya setelah selesai pelatihan peserta diklat tidak bisa langsung menerapkan ilmu yang mereka terima karena tidak sesuai dengan kondisi dilapangan, sementara  dalam program PNF khususnya PAUD tantangan dan hambatan semakin bertambah sejalan dengan permasalahan yang timbul dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu pengelolaan Diklat bagi Pendidik PAUD ini membutuhkan perhatian dan penanganan yang sangat serius.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan Diklat atau pelatihan dasar Pendidik PAUD ke depan diharapkan dapat : 1) Dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai sosial budaya yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat, 2) Direncanakan sesuai dengan ketersediaan media, sarana dan prasarana yang mendukung, 3) Dilaksanakan secara tuntas, efektif dan efisien dan berkesinambungan. 4) Dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal yang berwawasan lingkungan dimana seluruh komponen penyelenggara dan pelaksana dari lembaga PAUD tersebut berada. 

Berdasarkan hal-hal di atas maka dalam karya tulis pamog belajar ini dikemukakan sebuah konsep, model dan desain pelatihan bagi Pendidik Paud berwawasan lingkungan dengan mengaplikasikan Alat permainan Edukatif dari Alam dan nilai-nilai tradisi yaitu eceng gondok dan maumpinak jangkrik.


B. Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah : Pelatihan stándar yang selama ini dilaksanakan belum mampu mengangkat nilai-nilai yang berakar dari budaya lokal sendiri.
  1. Materi dan konsep Pelatihan masih tergantung dengan hasil pelatihan dari pusat yang sering kurang cocok dengan kondisi setempat terutama daerah terpencil sehingga tidak ada pengembangan sesuai kebutuhan daerah sendiri.
  2. Materi yang berulang-ulang diberikan menimbulkan kebosanan menurunkan minat dan kreatifitas bagi pendidik paud dalam melaksanakan program pembelajaran.
  3. Masih kurangnya kreatifitas dan inovasi pendidik paud dalam menciptakan media dan ape alternatif yang bersumber dari alam untuk kegiatan pembelajaran paud.

C. Tujuan

Tujuan model diklat ini disusun untuk memberikan panduan dan desain alternatif bagi lembaga penyelenggara diklat PTK-PAUD NI di daerah agar dapat menyelenggarakan Diklat kreatif dan berkesinambungan yang bisa meningkatkan kemampuan PTK-PAUD NI pada umumnya dan pendidik paud pada khususnya untuk mengembangkan strategi pembelajaran secara mandiri dan aktif dalam memecahkan masalah dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari :
  1. Diklat yang dilaksanakan akan mampu mengangkat dan menanamkan nilai-nilai luhur yang berakar dari budaya lokal sendiri kepada pesertanya.
  2. Materi dan konsep Pelatihan tidak tergantung dengan hasil pelatihan dari pusat. Tetapi diganti dengan materi yang cocok dengan kondisi setempat sehingga terjadi pengembangan sesuai kebutuhan daerah sendiri.
  3. Terbentuknya materi yang menarik sebagai hasil inovasi terus menerus sehingga peserta lebih aktif dan kreatif baik selama diklat maupun setelah mereka menerapkan hasil diklatnya dilembaga masing-masing.
  4. Para pendidik paud lebih kreatif dan melahirkan inovasi baru dalam menciptakan media dan ape alternatif untuk kegiatan pembelajaran paud.
  


BAB II
LANDASAN TEORI 



A. Pengertian-pengertian

1. Pelatihan

Pelatihan menurut Sikula (dalam Munandar, 2001:85) adalah: “Proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu”. Sedangkan pengembangan adalah : “proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum”.
Manurut Oemar Hamalik (2000:10) Pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. Secara operasional dapat dirumuskan, bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu gunan meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.
Nitisemito (1996: 53) mengungkapkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan yang dimaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan kenginan perusahaan. Apa yang diungkapkan Niti Semito pada dasarnya sejalan dengan Wexley & Yukl (As’ad, 2002:70): “Training and development are term referring to planed efforts designated facilitate the acquisition of relevant skills, knowledge, and attitudes by or organizational models”. Pendapat ini dapat diterjemahkan bahwa pelatihan dan pengembangan ketenagaan adalah suatu istilah yang mengacu pada upaya-upaya berencana untuk memfasilitasi penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang relevan dengan pekerjaan. Ada beberapa alasan mengapa latihan dan pengembangan personil itu perlu diselenggaraakan oleh suatu organisasi, diantaranya ialah:
Personel selection dan placement tidak selalu menjamin akan personil tersebut cukup terlatih dan bisa memenuhi persyaratan pekerjaannya secara tepat. Kenyataannya banyak di antara mereka harus mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang diperlukan setelah mereka diterima dalam pekerjaan;
Bagi personil-personil yang sudah senior (lanjut usia, berpengalaman) kadang-kadang perlu ada penyegaran dengan latihan-latihan kerja. Kal ini disebabkan berkembangnya Job content, cara mengoperasikan mesin-mesin dan teknisnya, untuk promosi maupun mutasi;
Manajemen sendiri menyadari bahwa program training yang efektif dapat berakibat: peningkatan produktivitas, mengurangi absen, mengurangi labour turn over dan peningkatan kepuasan kerja.
Tujuan Pelatihan dan pengembangan ketenagaan menurut Sikula (Munandar, 2001:87, As’ad, 2002:75-76) adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan produktivitas, training dapat meningkatkan performance kerja pada posisi jabatannya yang sekarang. Jika level of performance-nya naik/meningkat maka berakibat peningkatan produktivitas;
b. Meningkatkan mutu kerja, tenaga kerja yang berpengetahuan dan terampil jelas akan lebih baik dan akan lebih sedikit melakukan kesalahan dalam bekerja;
c. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia (human resources planing), training yang baik dapat mempersiapkan tenaga kerja untuk keperluan di masa yang akan datang. Jika terjadi lowongan jabatan tertentu maka secara mudah akan dapat diisi tenaga-tenaga dari dalam organisasi;
d. Meningkatkan semangat kerja, jika organisasi menyelenggarakan pelatihan (training) yang tepat maka iklim dan suasana organisasi pada umumnya akan menjadi lebih baik. Dengan iklim kerja yang sehat akan mengakibatkan semangat kerja yang baik pula;
e. Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik, mengikuti pelatihan dan pengembangan ketenagaan selain dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan saja namun juga sabagai imbalan jasa (compensation) dari organisasi;
f. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja, suatu pelatihan (training) yang tepat dapat membantu menghindari timbulnya kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Selain itu lingkungan kerja akan menjadi lebih aman;
g. Menghindari keusangan, usaha pelatihan dan pengembangan ketenagaan diperlukan secara terus menerus agar dapat mengikuti perkembangan dalam bidang kerja masing-masing;
h. Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth), bahwa program training yang tepat sebenarnya memberi keuntungan baik bagi organisasi maupun pekerja itu sendiri.
Tujuan pelatihan dan pengembangan ketenagaan secara umum menurut Reksohadiprodjo (1991:353) adalah “menambah pengetahuan, mengembangkan sikap, mengembangkan keterampilan para anggota terutama untuk menghadapi perubahan, menimbulkan motivasi, dukungan, umpan balik, dan memadukan penerapan teori dan praktek secara psikomotorik.” Kaitannya dengan produktivitas pelatihan dan pengembangan ketenagaan dapat diberikan kepada tenaga baru, diberikan juga kepada tenaga kerja yang sudah lama bekerja pada suatu organisasi. Pelatihan dapat meningkatkan taraf prestasi tenaga kerja pada jabatannya sekarang. Prestasi kerja yang meningkat mengakibatkan peningkatan produktivitas.
Menurut Wexley & Latham (1991:3)”, Training and development refers to a planned effort by an organization to facilitate the learning of job-related behavior on the part of its employees”. Dengan demikian maka pelatihan dan pengembangan ketenagaan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang dan tenaga pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk meningkatkan produktivitas suatu organisasi perlu adanya pelatihan dan pengembangan ketenagaan (training dan development) bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi.
Khusus mengenai pelatihan dan pengembangan ketenagaan dalam dunia pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Secara jelas Burnham (1997:182) menyatakan “training has to be seen as an integral componen of managing quality – it is not a paralel or even a support process but a fundamental component.” Dengan demikian maka pelatihan (training) memiliki peran yang tidak dapat diabaikan dalam mengelola kualitas, bahkan bukan hanya mendukung proses saja tetapi lebih dari itu, componen yang mendasar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa: “Continuous improvement means continuous development and the principles of right first time and conformity to requirements are particularly appropriate.”
Ada dua jenis pelatihan dan pengembangan ketenagaan menurut Reksohadiprojo, (1981:354-355), yaitu on the job dan off the job training. Latihan dan pengembangan yang bersifat on the job berupa (1) instruksi kerja, (2) rotasi jabatan, (3) pemberian petunjuk (coaching), (4) magang (apprenticeship atau assistantship), dan (5) pimpinan bayangan (junior board). Sedangkan latihan dan pengembangan off the job dapat dilakukan dengan (1) teknik-teknik pemberian informasi yang terdiri dari studi sendiri dengan modul-modul presentasi video, kuliah, penggunaan film dan televisi, konferensi buatan, dan studi khusus di Universitas atau lembaga pendidikan lainnya; (2) program-program perilaku yang terdiri dari studi kasus, vestibule training, permainan peranan, simulasi, belajar yang diprogramkan dan penggunaan laboratorium.

2. Pelatihan dan Pembelajaran

Tujuan utama Suatu program pelatihan adalah meningkatkan kompetensi peserta sehingga memungkinkan memiliki kinerja lebih baik melalui proses pembelajaran yang sistematis dan terpadu. Oleh karena itu, sebelum menyusun rencanan pelatihan, perlu dipahami bagaimana orang belajar terutama adanya kenyataan bahwa peserta didik (orang dewasa) belajar dengan cara yang berbeda-beda. Pembelajaran pada orang dewasa tidak mudah dan banyak pula teori yang telah dikembangkan. Namun demikian tidak ada aturan pasti untuk belajar. Sekalipun demikian, ada beberapa pedoman yang dapat dijadikan pegangan menyangkut motivasi belajar, pemodelan, praktik, kebalikan dan penguatan, kecepatan belajar, dan alih belajar. 

 
B. Perlunya Pelatihan

Sebelum diadakan pelatihan, perlu dikaji terlebih dahulu sejauh mana pelatihan bermanfaat untuk dapat membantu dalam hal-hal:
  1. Membantu peningkatan kinerja yang sekarang ke level yang diinginkan (menanggulangi masalah kinerja)
  2. Memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaannya dengan baik dalam pekerjaan atau jabatan tertentu (orientasi, rotasi, atau promosi)
  3. Memungkinkan petugas mampu memenuhi berbagai target-target tugas
  4. Membantu pegawai terlibat aktif dalam organisasi belajar (learning organization)
Beberapa hal di atas akan sangat mempengaruhi desain, pelaksanaan, pengembangan, dan evaluasi program pelatihan. Perlu diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kinerja yang tidak semuanya dapat ditanggulangi melalui pelatihan. Misalnya faktor kualitas prosedur kerja (fisik dan psikis), mempengaruhi kinerja tetapi tidak perlu diselesaikan dengan pelatihan cukup dengan perbaikan prosedur.

Dalam hal kontribusi pelatihan dan pengembangan ketenagaan terhadap produktivitas kerja As’ad (2002:65) menyatakan bahwa dewasa ini para pemimpin organisasi menyadari bahwa berhasil tidaknya usaha mempertinggi produksi serta efisiensi banyak tergantung kepada unsur manusianya yang melakukan pekerjaan dan melayani alat-alat kerja. Oleh sebab itu perlu adanya penghargaan terhadap tenaga kerja sesuai dengan sifat dan keadaannya. Sebab tenaga kerja merupakan makhluk hidup yaitu manusia yang mempunyai pikiran, perasaan dan kemauan.

Lebih jauh As’ad menegaskan untuk meningkatkan produksi tidak hanya tergantung pada mesin yang serba modern, modal yang cukup, dan bahan baku yang banyak akan tetapi tergantung pula pada orang yang melaksanakan. Oleh karena itu untuk mencapai taraf efisiensi dan produktivitas yang tinggi, seorang pimpinan perusahaan harus dapat mengetahui dan melayani kebutuhan karyawannya. Besar kecilnya prestasi yang diberikan oleh seseorang dapat terpenuhi apabila mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapan mereka sesuai dengan bakat dan lapangan kerjanya.

Pengembangan kecakapan kerja seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui program training. Dengan program training untuk melatih seseorang akan memberikan balikan sebagai akibat bertambahnya mutu kerja seseorang.


C. Model Pelatihan Pendidik PAUD

1. Desain Diklat
Dalam pengembangan model pelatihan dibuat sebuah desain diklat yang relevan dengan kebutuhan dilapangan. Desain pelaksanaan diklat ini adalah proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan atau sistematika yang merupakan suatu kesatuan dari program diklat. Desain pelaksanaan dalam diklat untuk pendidik PAUD ini adalah model “IPPO” sebagai berikut :
 
Gambar Diagram 1 Desain model IPPO


Komponen-komponen dalam model IPPO yang dikembangkan dalam Diklat bagi pendidik Paud ini adalah sebagai berikut :
a.    Input atau masukan yang terdiri dari :
1)    Masukan manusia (Raw Input) yaitu peserta diklat yang terdiri atas Pendidik Paud sesuai dengan kriteria yang telah dirumuskan.
2)    Masukan sumberdaya (Instrumental Input) yaitu meliputi : Fasilitator, Kurikulum dan bahan belajar diklat
3)    Masukan lingkungan (Environmental Input) yaitu masukan yang mendukung terjadinya interaksi pada proses pembelajaran seperti penataan ruang, iklim belajar.
b.    Proses
Proses pembelajaran adalah interaksi antara peserta diklat, masukan sumberdaya dan masukan lingkungan dengan media dan metode tertentu. Desain diklat harus menggambarkan secara jelas dan sistematis seluruh interaksi ini dalam alur yang jelas sehingga mempermudah pelaksanaan diklat. Rangkaian interaksi antar unsur dalam proses diklat digambarkan dalam chart yang menunjukan alur kegiatan dari awal sampai akhir.
c.    Produk
Produk diklat menggambarkan hasil belajar yang hendak dicapai selama proses diklat baik dalam hal peningkatan pengetahuan, keterampilan maupun sikap dari peserta diklat.

d.    Outcome atau dampak
Outcome adalah perubahan kinerja yang diharapkan setelah peserta diklat melaksanakan tugas di tempat tugas dan dilembaga Paudnya  masing-masing
e.    Evaluasi
Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dari setiap komponen dan tahapan diperlukan evaluasi. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan pada akhir kegiatan saja akan tetapi dilakukan pada setiap tahapan dengan harapan hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk melakukan perbaikan secara bekelanjutan. Keberhasilan diklat tidak pula hanya diukur dari peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta akan tetapi juga terhadao kinerja peserta setelah melaksanakan tugas.
Model lain yang relevan diterapkan dalam pengembangan pelatihan pendidik paud ini adalah model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh   Reiser  dan   Mollenda. Salah   satu   fungsinya   ADDIE   yaitu menjadi  pedoman  dalam membangun  perangkat  dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Selain pada proses pembelajaran, model ini bisa juga diterapkan untuk profesionalitas pendidik dan para tenaga kependidikan di lembaga-lembaga pendidikan.
Model ADDIE ini akan mengacu pada konsep Manajemen Pelatihan menggunakan teori  Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (A-D-D-I-E). Model ini juga dapat digunakan dalam sebuah pelatihan yang dapat membangkitkan potensi pesertanya. Model ini menggunakan lima tahap atau langkah pengembangan yakni :
a.    Analysis (analisa)
b.    Design (disain / perancangan)
c.    Development (pengembangan)
d.    Implementation (implementasi/eksekusi)
e.    Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Model ADDIE yang dikembangkan oleh Gustafson dan Branch (2002) memiliki lima elemen utama terdiri dari Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluate. Model ADDIE ini mirip dengan model ISD (Instructional System Development). Model ADDIE memiliki karakteristik dominansi pada teori belajar dan pembelajaran yang behavioristik. Hubungan dan prosedur kelima elemen dalam model ADDIE tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
 
Gambar Diagram 2Desain model ADDIE

Dalam praktiknya nanti pengembangan Diklat berbasis lapangan ini akan menempuh tahapan sebagai berikut :


No.    TAHAP    KEGIATAN    PROSEDUR/METHODE      
1    Identifikasi masalah yang berkembang di lapangan    Ø    Pemetaan masalah yang berkembang di lapangan    Ø    Brain storming
Ø    Group dinamik      
2    Identifikasi kebutuhan    Ø    Pemetaan ragam kebutuhan pelatihan dari peserta    Ø    Brain storming
Ø    Group dinamik      
3    Identifikasi kemampuan awal peserta    Ø    Pre assessment kemampuan awal peserta    Ø    Test
Ø    Rappit appraisal
Ø    Observasi      
4    Merumuskan tujuan program, target dan sasaran    Ø    Litbang, mapping
Ø    Menyusun rumusan tujuan target, sasaran    Ø    Brain storming
Ø    Focus group discussion
Ø    Dinamika kelompok      
5    Menyusun desain pelatihan (kurikulum-silabi, bahan, metode, media dsb)    Ø    Mengembangkan kurikulum, silabus, materi, bahan
Ø    Menentukan metode, media dan strategi    Ø    Dinamika kelompok
Ø    Workshop
Ø    Semiloka       
6    Implementasi    Ø    Melaksanakan pelatihan sesuai rencana dan target    Ø    Experiencial learning      
7    Monitoring dan Evaluasi    Ø    Monitoring dan evaluasi.

Pada tahap analisis, dalam model pengembangan pembelajaran yang dikembangkan Gustafson dan Branch (2002) senantiasa didahului dengan analisis kebutuhan, baik kebutuhan organisasi, masyarakat maupun kebutuhan si belajar itu sendiri. Hasil dari analisis ini dipergunakan sebagai persyaratan menuju ke langkah desain. Disain adalah merupakan seperangkat langkah yang direncanakan secara spesifik dalam rangka untuk efektifitas, efisiensi dan relevansi dengan lingkungan peserta pelatihan. Sedangkan pengembangan berkenaan dengan bagaimana material di kembangkan dan diajarkan kepada peserta. Adapun evaluasi dilakukan untuk mengukur proses dan hasil yang dapat dicapai pada masing masing tahapan kegiatan. Dalam tahap evaluasi terdapat dua jenis evaluasi yang dilaksanakan yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Model ADDIE paling sering digunakan, dan dengan menggunakan lima langkah proses di atas, sudah mencakup keseluruhan proses pengembangan pelatihan. Yakni mulai dari pertanyaan ”Apa yang harus perlu dan butuh dipelajari” sampai dengan pertanyaan ”apakah mereka sudah mendapat dari apa yang mereka butuhkan” .
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran, efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social learning, pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran jarak jauh (distance learning), paham konstruktif (constructivism), aliran strength based (positive-based management), aliran perilaku manusia (behaviourism), maupun paham kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan bagi instruktur maupun training specialist.

2.    Kurikulum
Jenis kurikulum yang dikembangkan dalam model pelatihan ini adalah kurikulum berbasis lapangan. Diklat berbasis lapangan memiliki dua fokus utama yaitu existing problem dan kebutuhan belajar, untuk mengatasi masalah tersebut. Bagi orang dewasa diklat berbasis lapangan lebih menarik lantaran disertai harapan lebih relevan dengan kebutuhan untuk memecahkan masalah yang mendesak.
Basis teori yang menjadi landasan Kurikulum Diklat berbasis lapangan adalah problem  problem base learning dan tematik learning. Dalam problem base learning ini setiap individu memiliki keleluasaan untuk mengidentifikasi masalah, mendefinikan masalah dan menentukan kebutuhan belajar berdasarkan masalah yang dihadapi tersebut. Tantangan rill dan kesulitan yang merupakan masalah nyata itulah yang menjadi salah satu pemicu tumbuhnya motivasi belajar individu. Berikut alur pikir pengembangan model diklat dengan kurikulum berbasis lapangan sebagai berikut:
3.    Bahan Belajar Diklat
Bahan belajar adalah segala sesuatu berupa sajian tertulis, gambar, grafik, audio, video yang disusun secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pelatihan yang dimaksud bahan ajar adalah materi pembelajaran yang disiapkan oleh perancang diklat dalam rangka mencapai tujuan pelatihan. Bahan belajar diklat dapat berupa bahan belajar cetak maupun non cetak. Bahan belajar dalam bentuk cetak seperti handout, modul, intruksi kerja dan lain-lain, bahan belajar non cetak seperti video, kasus-kasus nyata dilapangan sebagai bahan pelatihan. Kaidah terpenting dalam penyusunan bahan belajar adalah kesesuaian dengan kurikulum pelatihan yang sudah dirancang, oleh karena itu penyusunan bahan belajar harus menelaah secara cermat kurikulum diklat.
Secara prosedural penyusunan bahan ajar diklat harus melalui kegiatan sebagai berikut:
a.    Mengkaji kurikulum
b.    Merumuskan satuan pembelajaran
c.    Merumuskan materi pembelajaran
d.    Membuat master bahan belajar
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam menyusun bahan belajar dilihat dari substansi dan pokok bahasannya adalah:
a.    Tema bahan belajar harus sesuai dengan kurikulum
b.    Topiknya harus relevan dengan kebutuhan peserta pelatihan
c.    Apabila bahan belajar tersebut bersifat teknis maka bahan belajar tersebut harus divalidasi oleh ahlinya
d.    Menggunakan istilah secara bertahap dari yang mudah ke yang sulit atau sebaliknya.
e.    Menggunakan bahasa sederhana atau sesuai dengan kemampuan peserta pelatihan.
Prinsip-prinsip pokok yang harus dipatuhi dalam pengembangan bahan ajar diklat ini yaitu :
a.    Prinsip Koherensi. Artinya materi bahan ajar harus dikembangkan secara koheren (lengkap, tidak terpisah antara satu bagian dengan bagian lainnya).
b.    Prinsip komprehensif. Materi pelatihan harus disusun secara komprehensip mencakup pengetahuan dasar yang paling sederhana hingga pengetahuan keterampilan dan sikap yang lebih kompleks.
c.    Prinsip kelekatan budaya. Setiap inidividu memiliki latar budaya yang unik, materi pelatihan akan lebih mudah diserap jika dikaitkan dengan setting budaya peserta diklat.


4.    Pengembangan Metode Pelatihan
Dalam pengembangan metode pelatihan untuk model pendidik paud ini mencermati tiga aspek utama yaitu :
a.    Sifat dan karakteristik materi pelatihan. Misalnya, materi pelatihan yang terkait dengan masalah kebijakan, peraturan, konsep teoritik tentang suatu hal umum membutuhkan metode pelatihan yang lebih banyak menstimulasi pengetahuan hapalan. Sedangkan materi-materi yang terkait dengan penguasaan skill, kecakapan dan performance kerja tertentu tidak terlalu membutuhkan kemampuan hapalan melainkan lebih membutuhkan metode yang mengasah proses pembiasaan dan penanaman nilai.
b.    Sifat dan karakteristik peserta pelatihan. Perlu diperhatikan karakteristik peserta pelatihan mulai dari usia, masa kerja (pengalaman kerja, jenis kelamin, latar belakang budaya). Dengan prinsip andragogi maka pemilihan metode pelatihan direkomendasikan lebih banyak mengacu pada aspek pengalaman para peserta (real experience) yang kemudian dikonstruksikan menjadi pengetahuan baru. Direkomendasikan metode dinamika kelompok, games, bermain peran dan sejenisnya yang lebih mengeksplorasi pengalaman riil peserta pelatihan.
c.    Waktu yang tersedia untuk pelatihan. Setiap pelatihan pasti ada batasan waktu, maka dari itu perlu dicari metode-metode serta pengorganisasian bahan ajar yang memungkinkan penggunaan waktu lebih efektif dan efisien. Perlu ditegaskan bahwa para fasilitator perlu memadukan antara luasan cakupan materi kesesuaian metode dan karakteristik peserta pelatihan serta durasi waktu yang tersedia.
5.    Pengembangan Alat Evaluasi
Dalam pengembangan alat evaluasi dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.    Aspek yang hendak dievaluasi. Apakah yang akan dinilai hanya sebatas penguasaan pengetahuan sesaat, ataukah kemampuan melakukan transformasi ke dalam rencana tindak lanjut. Alat evaluasi yang sifatnya paper and pencil test sangat cocok untuk mengukur pencapaian pelatihan yang menekankan penguasaan pengetahuan kognisi sesaat. Namun untuk menguji penguasaan transformasi penguasaan pengetahuan sampai pada tingkat action plan pemecahan masalah maka diperlukan alat evaluasi yang lain misalnya porto folio. Demikian juga jika yang dinilai adalah performance dan perubahan sikap maka dibutuhkan alat evaluasi yang bukan sekedar paper and pencil test.
b.    Siapa yang akan dikenai evaluasi (karakteristik peserta pelatihan). Subyek yang akan menjalani evaluasi adalah orang-orang yang usianya sudah tua maka evaluasi yang sifatnya menuntut penguasaan menghapal tentu tidak akan mencapai sasaran. Kelompok ini lebih cocok memakai model-model authentic evaluation.
c.    Waktu pelaksanaan evaluasi. Pilihan model alat evaluasi disesuaikan dengan ketersediaan waktu yang ada. Jika waktunya mendesak maka model-model authentic assessment dimodifikasi agar tidak terlalu menghabiskan waktu dan tenaga. Disini yang sangat diperhatikan adalah efek motivasional evaluasi. Maksudnya adalah evaluasi yang dikenakan kepada perserta pelatihan idealnya tidak menumbuhkan rasa malu dan jera, melainkan justru mendorong tumbuhnya motivasi untuk terus menerus belajar secara berkelanjutan. 
    

D. Media Pembelajaran

Sebelum kita membahas mengenai jenis-jenis media pembelajaran ini, sebaiknya kita juga mengetahui lebih dahulu tentang pengertian istilah-istilah yang dipakai di dalam proses pembelajaran ini.
Istilah-istilah itu misalnya "pembelajaran", "mengajar", "pengajaran", "pelajaran", "murid", "peserta", "metoda mengajar", "alat bantu mengajar" dan "media pembelajaran". Masing-masing mempunyai pengertian sebagai berikut :
-    Pembelajaran adalah usaha untuk menjadikan orang lain melakukan kegiatan belajar.
-    Mengajar adalah kegiatan untuk memberikan ilmu atau pengetahuan atau ketrampilan kepada orang lain.
-    Pengajaran adalah perihal mengenai kegiatan mengajar.
-    Pelajaran adalah ilmu atau pengetahuan atau ketrampilan yang diajarkan.
-    Murid adalah orang, dewasa atau belum dewasa, yang diajar dan berada di bawah bimbingan pengajar atau guru.
-    Peserta adalah orang yang mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik kelompok belajar, rapat, seminar, lokakarya maupun yang lain.
Untuk menyatakan secara lebih jelas, kata peserta dilengkapi dengan keterangan mengenai "peserta apa."
-    "Peserta pendidikan dan pelatihan (diklat)" adalah orang dewasa yang sedang mengikuti pendidikan yang lebih bersifat penjenjangan atau pelatihan. Walaupun demikian, pada bahan ajar ini digunakan kata "peserta" yang berarti "peserta diklat".
-    "Metoda mengajar" adalah cara untuk melaksanakan pembelajaran atau cara untuk melaksanakan kegiatan mengajar. Metoda mengajar sering disebut juga "metoda instruksional"
-    "Alat bantu mengajar" atau "alat bantu pembelajaran" adalah benda nyata yang digunakan untuk memperlancar proses mengajar agar materi yang diajarkan lebih mudah sampai pada peserta diklat sehingga cepat dimengerti. Beberapa alat bantu mengajar yang banyak digunakan antara lain adalah papan tulis, proyektor beserta transparan dan pengeras suara.
-    "Media" berasal dari bahasa. Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Drs. Oemar Hamalik membagi media pembelajaran menjadi lima kelompok yaitu :
a.    Bahan-bahan cetakan atau bacaan
b.    Alat-alat audio visual
c.    Sumber-sumber masyarakat
d.    Kumpulan benda-benda
e.    Contoh kelakuan yang dicontohkan guru/tutor.


E. Media Ape Eceng Gondok dan Maumpinak Jangkrik

1. Eceng gondok
Media pembuatan Ape dalam pendidikan dan pelatihan pendidik PAUD menggunakan media dari tanaman Eceng gondok. Secara umum pengertian eceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Orang lebih banyak mengenal tanaman ini tumbuhan pengganggu (gulma) diperairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak.
Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuan tanaman inilah yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas tanaman ini mampu mengolah air buangan domestic dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Widianto dan Suselo, 1977).
Adapun bagian-bagian dan sfesifikasi tanaman yang dijadikan media untuk pembuatan ape alternatif  yang murah dan mudah untuk paud ini adalah sebagai berikut :

a) Akar
Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikal yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1950).
b) Daun
Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas kedalam air (Pandey, 1980).
c) Tangkai
Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapaungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Pandey, 1950).
d) Bunga
Eceng gondok berbunga bertangkai dengan warna mahkota lembayung muda. Berbunga majemuk dengan jumlah 6-35 berbentuk karangan bunga bulir dengan putik tunggal.
Eceng gondok atau ilung ini dapat dijadikan media alternatif yang murah dan mudah di dapat untuk Ape pengganti dalam kegiatan pendidikan anak usia dini.

2. Maumpinak Jangkrik
Kegiatan maumpinak jangkrik adalah kegiatan permainan (Game kreatif) yang terinpirasi dari permainan tradisional rakyat yaitu memlihara dan mengadu jangkrik yang dapat dilakukan dalam kegiatan pelatihan pendidik paud. Secara umum pengertian jangkrik yang digunakan sebagai media permainan atau media olahan untuk dilatih dalam praktik pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut :
  1. Serangga, biasa hidup di tanah (sawah), berwarna cokelat atau hitam, bersayap ganda, mengeluarkan bunyi "krik, krik"; riang-riang.
  2. Biasanya jangkrik ini digunakan untuk permainan oleh anak-anak untuk diadu (adu jangkrik). Sebelum di adu jangkrik ini dipelihara hingga kuat dan besar.
  3. Proses pemeliharaan jangkrik ini dapat menjadi proses pembelajaran dalam mendidik peserta didik hingga memiliki ketelatenan, kesabaran, keberanian dan jiwa profesional untuk mencapai hasil yang maksimal dari usaha yang dilakukan.

Di beberapa daerah di Indonesia dapat ditemukan beberapa budaya atau permainan menggunakan media jangkrik ini misalya : Di daerah Jawa Barat, jangkrik bukan hanya ditempatkan sebagai binatang malam saja tetapi juga menjadi bagian budaya masyarakat, yang mana dikemas menjadi sebuah permainan bernama ngadu jangkrik. Hal yang juga berlangsung di daerah China daratan, terutama dulu nya oleh bangsawan kerajaan. (Ali Imansyah, 2009:11)

Permainan ngadu jangkrik biasanya dimainkan oleh laki-laki dan menggunakan jangkrik jantan sebagai binatang aduan. Ngadu jangkrik tidak hanya didominasi oleh anak-anak kecil tetapi juga laki-laki dewasa. Jangkrik yang dijadikan aduan bukanlah jenis jangkrik sawah, melainkan jangkrik dengan jenis lain yang dalam bahasa Sunda disebut Jangkrik Kalung yang ciri-cirinya berwarna hitam legam atau Jangkrik Konar yang berwarna kecoklatan. Tetapi ada kesamaan fisik pada ke dua jenis jangkrik tersebut yaitu memiliki garis berwarna kuning diantara kepala dan tubuhnya. (Juan Fransiskan, 2011).

Dalam pelatihan pendidik paud dapat diterapkan kegiatan ‘maumpinak’ jangrik tersebut. ‘Meumpinak’: berasal dari Kata Bahasa Banjar Hulu yang artinya Memelihara; memelihara dengan kasih sayang secara intens, terus menerus dan melibatkan unsur spritual atau magis suatu benda atau makhluk hidup. 

Meumpinak jangkrik adalah salah satu permainan anak-anak tempo dulu didaerah Kalimantan Selatan yang masih terdapat hingga sekarang, dibeberapa daerah di Indonesia termasuk di daerah Kalimantan Selatan khususnya dari daerah Barito Kuala. Biasanya permainan ini dilakukan dengan mengadu jangkrik tersebut. Tetapi untuk paud nanti dalam praktiknya untuk pendidikan anak usia dini kegiatan mengadu jangkrik diubah mengumpinak jangkrik dengan cara peserta didik beramai-ramai membawa jangkriknya masing-masing ketanah lapang, membiarkan mereka sebentar bermain dan mengeksplorasi lalu melepaskan jangkrik piaraanya tersebut ke alam bebas di sekitar lingkungannya.



BAB III
PEMBAHASAN DAN DESAIN MODEL

A. Persiapan
Dalam tahap awal desain pelatihan setelah melakukan identifikasi terhadap peserta dan melakukan analisis kebutuhan terhadap pelatihan maka dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

1.    Pembentukan tim penyusun pengembang pelatihan
Tugas dari tim penyusun secara umum terdiri dari :
a.    penyusun desain pelatihan.
b.    penyusun kurikulum pelatihan.
c.    penyusunan bahan belajar pelatihan.
d.    penyusunan instrumen evaluasi pada pelatihan (instrumen pengukuran kebutuhan, evaluasi peserta, pre test – post test, evaluasi panitia, evaluasi fasilitator, evaluasi penyelenggaraan, evaluasi praktek lapangan). 

2.    Pengukuran kebutuhan pelatihan.
Dalam pengukuran kebutuhan pelatihan sangat diperlukan pemahaman terhadap karakaterisitik calon peserta pelatihan dan job description dari peserta tersebut.
3.    Penyusunan desain pelatihan
4.    penyusunan bahan belajar pelatihan
5.    pembentukan panitia pelaksana pelatihan
6.    koordinasi tim fasilitator 
7.    pemanggilan peserta
8.    Persiapan sarana dan prasarana pelatihan.

Faktor yang tidak kalah pentingnya dalam tahap awal dan persiapan ini adalah melakukan identifikasi daya dukung dari semua komponen desain yang sudah disusun. Efektifitas penerapan hasil bagi pelaksanaan dilapangan harus dikaji secara intensif. Mengacu pada teori model ADDIE maka dalam persiapan langkah pengembangan ini yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1.    Analisis
Dalam menanggapi kesulitan pengembangan media pembelajaran  bagi pendidik paud PAUD khususnya dalam pembuatan APE alternatif yang kreatif dan inovatif. Melalui Program pelatihan pendidik paud ini diharapkan pendidik paud dapat mengembangkan kreatifitasnya dan dapat menerapkan dilembaga pendidikannya pada khususnya dan masyarakat sekitar  pada umumnya. Program Pelatihan pendidik paud ini, merupakan Pelatihan yang di desain dengan melibatkan tenaga pelatih yang mempunyai wawasan perkembangan anak dan pengetahuan tentang program pembelajaran paud berbasis lingkungan agar mampu menyampaikan pengetahuan dan keterampilannya dalam bentuk pembelajaran kepada rekan seprofesinya atau masyarakat luas secara efektif. Harapannya dari program Pelatihan ini adalah lahirnya tenaga-tenaga pendidik paud yang profesional dalam menyampaikan materi pembelajaranya kepada peserta didik di lingkungan paudnya.


2.    Design
Pelatihan pendidik paud di desain sesuai dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan pendekatan metode belajar-mengajar tuntas (mastery learning). Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari pelatihan yaitu agar peserta pelatihan mempunyai kemampuan mendidik dan menerapkan pembuatan APE dan Permainan dalam PAUD. Kemampuan ini didukung oleh strategi pembelajaran yang tepat meliputi teknik mengajar dan aplikasi penerapan APE alternatif sehingga penyampaian ilmu dan nilai pendidikan dapat secara efektif dapat ditranfer dengan baik kepada anak didik.

3.    Development
Pengembangan Desain Pelatihan pada klasifikasi waktu Pelatihan 3 (tiga) hari kerja. Adapun materi Pelatihannya, antara lain :
a.  Review Materi Kebijakan PTK-PAUD NI Kabupaten/Kota, Propinsi
Pada Review materi kebijakan ini, kepada peserta dipersilakan untuk melakukan refresh pengetahuan dan menyamakan persepsi pengetahuan dan pemahamannya tentang kebijakan dan dasar-dasar hukum PTKPAUD NI. Materi ini dirasakan perlu agar kompetensi dari lulusan diklat ini dapat mempunyai standar pengetahuan yang sama dalam hal pengetahuan tentang bidang PTKPAUD NI dan perkembangannya.
b.  Quantum Teaching
Quantum Teaching merupakan materi yang dapat membelajarkan peserta bahwa mengajar merupakan hal yang menyenangkan. Dengan harapan agar Peserta dapat mempunyai motivasi yang kuat dalam memahami pola Belajar dan Pembelajaran yang menyenangkan.
c.  Pembelajaran Bermain Anak
Pembelajaran Bermain Anak merupakan materi yang dapat memberikan pemahaman peserta diklat tentang seluk belum bermain dan dunia bermain anak. Dengan materi ini diharapkan peserta mampu memberikan bimbingan dan panduan terhadap anak didik tentang main yang benar dan memenuhi syarat perkembangan anak.
d.  Experience Learning Circle (ELC)
Materi pelatihan experience learning circle merupakan materi pelatihan yang bertujuan menggambarkan pola belajar berdasarkan pengalaman. Diharapkan pendidik paud sebagai peserta pelatihan mampu menggali kembali pengalaman-pengalaman dilapangan dan mendapatkan gambaran siklus pengalaman belajar sehingga dapat berdampak pada kompetensi yang menyadari bahwa pengalaman merupakan guru yang tiada duanya.
e.    Interpersonal Skills
Interpersonal Skills adalah materi tambahan yang dirasakan tepat diberikan dalam pelatihan. Kaitannya antara lain karena seorang pendidik paud harus mampu mencontohkan kepribadian yang baik dengan pola komunikasi yang tepat pula dalam interaksi belajar mengajar. Adapun sub materinya yaitu :
1)    Observing Skills
2)    Describing Skills
3)    Listening Skills
4)    Questioning Skills
5)    Summarizing Skills
6)    Giving Feedback Skills
f.    Pembelajaran Penataan Lingkungan Main
Materi ini diberikan dengan harapan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta diklat untuk mempersiapkan diri menjadi pendidik yang dapat memahami konsep bermain dan penataan lingkungan main yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak usia dini.
g.    Pembuatan dan pengembangan alat permainan edukatif pengganti
Media Permainan Edukatif Kreatif secara khusus adalah agar pendidik paud dapat mengaplikasikan program bahwa Media edukatif sebagai alat pembelajaran yang merangsang kreativitas Media edukatif  merupakan karya nyata yang dapat menjadi potensi sumber daya kehidupan anak di masa yang akan datang. Salah satunya dengan memberikan gambaran pemanfaatan Eceng gondok dan nilai-nilai positif Permainan Jangkrik.
h.    Pengembangan Media Alternatif dan APE pengganti
Dalam Pengembangan Media Alternatif dan APE pengganti ini diberikan keleluasaan kepada peserta diklat untuk menuangkan gagasan dan kreatifitasnya dalam membuat Madia pembelajaran dan APE alternatif yang bersumber dari lingkungan lokalnya masing-masing. Salah satunya dengan memberikan gambaran pemanfaatan Eceng gondok dan Permainan Jangkrik.
i.    Perencanaan pembelajaran
Materi Penyusunan rencana pembelajaran merupakan suatu langkah awal yang perlu dilakukan sebelum memulai kegiatan pembelajaran. Diaharpakan peserta memahami bahwa rencana pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik PAUD untuk menata kegiatan bermain menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak. Oleh karena itu, rencana pembelajaran yang dibuat oleh pendidik PAUD harus berdasarkan pada kebutuhan anak.
j.    Praktik mengajar/prensentasi APE/micro teaching
Praktik langsung dalam bentuk micro dilakukan bagi peserta diklat yang sudah selesai menerima seluruh materi. Diharapkan mereka dapat mengaplikasikan semua materi yang telah diterima baik dalam kegiatan pembelajaran teori maupun kegiatan praktik.
Selain menggunakan materi tersebut di atas, dalam kegiatan diklat dengan konsisten dilakukan Role play Games yaitu dengan menggunakan permainan jangkrik dalam setiap jeda waktu yang telah ditentukan. Dengan tujuan membangkitkan semangat kebersamaan, meningkatkan konsentrasi. Dan lain sebagainya.
Kegiatan yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan media dari bahan eceng gondok dan permainan jangkrik ini antara lain :
1.    Menganyam
2.    Meronce
3.    Membuat media permainan kreatif anak
4.    Membuat balok-balok dari batang eceng gondok
5.    Menanam eceng gondok
6.    Membuat rumahan jangkrik
7.    Membagi dan memberi nama jangkrik
8.    Melihat perkembangan dan pemeliharaan jangkrik
9.    Menilai jangkrik
10.    Lomba jangkrik, kecepatan, ketangkasan dan kesehatan
11.    Mengarang lagu atau membuat cerita tentang jangkrik.

B.    Pelaksanaan
Sesuai dengan kemampuan daerah dan ketersediaan sarana prasarana dan dana yang dialokasikan selama ini, maka desain pelatihan dilaksanakan selama tiga hari dengan alokasi waktu mulai jam 07.00 -18.00 WIB, dengan pembagian waktu sebagai berikut:

No.    Pukul    Hari
Tanggal      Hari
Tanggal      Hari
Tanggal        
1    07.00-08.00    X    *    *      
2    08.00-08.45    A/B    F    J      
3    08.45-09.30    A/B    F    K      
4    09.30-10.15    C    F    K      
5    10.15-10.30    Snack    Snack    Snack      
6    10.30-11.15    C    G    K      
7    11.15-12.00    D    G    K      
8    12.00-12.45    D    Isoma    K      
9    12.45-13.45    Isoma    Isoma    Isoma      
10    13.45-14.30    D    H    K      
11    14.30-15-15    D    H    K      
12    15.15-16.00    E    I    K      
13    16.00-16.30    Snack    Snack    Snack      
14    16.30-17.15    E    I    L      
15    17.15-18.00    E    J    L   

Keterangan :
X    : Penerimaan peserta
A    : Pembukaan, Pre Tes, Role play Games.
B    : Kebijakan  PTK PNF / PLS Kota Banjarmasin  ( 2 Jam )
C    : Quatum teaching ( 2 Jam )
D    : Pembelajaran Bermain Anak ( 2 Jam )
E    : Experience Learning Circle (ELC) ( 2 Jam )
F    : Interpersonal Skills  ( 3 Jam )
G    : Pembelajaran Penataan Lingkungan Main ( 2 Jam )
H    : Pemb. Dan  Pengg. Alat Permainaan Edukatif (APE) ( 3 Jam )
I    : Pengembangan Media Alternatif dan Ape Pengganti ( 4 Jam )
J    : Perencanaan Pembelajaran  ( 2 Jam )
K    : Praktek Mengajar/Presentasi Ape/Micro Teaching ( 8 Jam )
L    : Post Tes, Penutupan, penyelesaian administrasi.

C.    Peserta Pelatihan

Peserta pelatihan berjumlah 30 orang yang memenuhi beberapa persyaratan yang disesuaikan dengan kebutuhan lembaga atau penyelenggara, misalnya antara lain :
1.    Bekerja sebagai Tutor atau pendidik PAUD dibuktikan dengan surat keterangan dari lembaga atau pejabat yang berwenang.
2.    Pendidikan minimal SMA
3.    Pernah mengikuti pelatihan Pendidik paud (Pengembangan Media, BCCT dll).
4.    Direkomendasikan oleh kepala, pejabat atau pimpinan lembaga PAUD  yang berwenang.
D.    Waktu dan Tempat Pelatihan
Pelatihan diselenggarakan selam 30 Jam efektif yang laksanakan selama tiga hari, yang terdiri dari 11 jam pelajaran perhari, @ 45 menit efektif
Adapun tempat pelatihan adalah di ruang kelas, untuk materi yang sifatnya uraian dan teoritis, di aula  atau dilapangan terbuka untuk materi praktik dan permainan.

E.    Fasilitator
Fasilitator berasal dari :
1.    Kepala (Kasi PLS) Dinas Pendidikan atau pejabat penentu kebijakan.
2.    Tim akademisi, asistensi yang menguasai teori dan materi tentang PAUD
3.    Pamong Belajar atau narasumber teknis lainnya
4.    Tutor/pendidik PAUD Tutor/pendidik PAUD yang mengikuti TOT dan telah memiliki sertifikat, direkomendasi menjadi pelatih.
Adapun kriteria fasilitator dalam pelatihan ini antara lain :
1.    Menguasai program pendidikan anak usia dini dan pendidik PAUD.
2.    Minimal pendidikan S1
3.    Mempunyai kemampuan tutorial dan pengelolaan kelas yang baik
4.    Menguasai teknik pembelajaran orang dewasa (andragogik).

F.    Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan adalah DinasPendidikan, UPTD/ SKB Kabupaten/ kota bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/kota. Dengan susunan kepanitiaan berdasarkan kebutuhan dan pengajuan proposal dari lembaga pemberi dana yang bersangkutan. Persetujuan penyelenggaraan disesuaikan dengan kebijakan daerah yang berkoordinasi dengan dinas terkait.

G.    Materi Pelatihan

No.    Materi    Jam
Pelajaran    Ket.      

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.   
Kebijakan  PTK PNF / PLS Kota Banjarmasin 
Quatum teaching
Pembelajaran Bermain Anak
Experience Learning Circle (ELC)
Interpersonal Skills
Pembelajaran Penataan Lingkungan Main
Pemb. Dan  Pengg. Alat Permainaan Edukatif
Pengembangan Media Alternatif dan Ape Pengganti
Perencanaan Pembelajaran
Praktek Mengajar/Presentasi Ape/Micro Teaching
   
2
2
2
2
3
2
3
4
2
8          
    Jumlah    30       

Garis-garsi besar materi yang disusun dikembangkan sesuai kebutuhan dilapangan. Perlu diperhatikan prosentasi praktik harus lebih besar dari prosentasi pemberian materi teori.

H.    Metode
Kegiatan pelatihan ini menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogik). Metode pelatihan ini diterapkan dengan melibatkan peserta secara aktif dalam seluruh program kegiatan. Adapun metode yang digunakan berdasarkan bahan ajar adalah sebagai berikut :
1.    Metode Ceramah (Lecturer) dan Ceramah dalam kelompok (mini lecturer)
2.    Metode Tanya jawab
3.    Metode Curah pendapat
4.    Metode Diskusi
5.    Metode Game dan Permainan kreatif (Role play Games)
6.    Metode Praktek terbimbing
7.    Metode Penugasan individu dan kelompok.
I.    Sarana dan Prasarana Pelatihan
1.    Ruang gedung / kelas untuk pembelajaran teori.
2.    OHP/ LCD projektor
3.    Komputer, printer multimedia lainnya.
4.    ATK.
5.    Seperangkat APE, Alat dan bahan-bahan alternatif Eceng gondok dan jangkrik.
6.    Kamera / handycam dan alat perekam lainnya.
7.    Alat-alat dan bahan lain yang relevan.
J.    Hasil Pelatihan dan Tindak lanjut
Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini adalah :
Terlatihnya 30 orang Tutor/pendidik PAUD dalam proses pembelajaran pelatihan Tutor/pendidik PAUD Tutor/pendidik PAUD dengan indikator sebagai berikut :

NO.    Kompetensi    Indikator      
1    Peserta mampu memahami dan menjelaskan kebijakan-kebijakan PTK PAUDNI kabupaten/kota dan propinsi.    -    Peserta mengetahui tentang Dasar hukum pelaksanaan kebijakan
-    Peserta memahami visi dan misi serta arah langkah strategis PTK PAUDNI
-    Peserta memahami hak dan kewajiban mereka sebagai bagian PTK PAUDNI
      
2    Peserta mampu melaksanakan
Pembelajaran bagi anak didik PAUD.    -    Peserta mengetahui tentang program dan konsep tentang Tutor/pendidik PAUD.
-    Mengetahui tahap-tahap perkembangan anak dan mampu mengidentifikasi kebutuhan peserta didiknya.
-    Peserta mampu menyusun rencana belajar untuk  Tutor/pendidik PAUD
-    Peserta mampu membelajarkan dan memcahkan kesulitan belajar dan berperilaku anak didik PAUD.
-    Peserta mampu mengembangkan jiwa prosfesional sebagai tenaga pendidik dengan memiliki pribadi yang mandiri dan berbudi pekerti luhur.
       
3    Peserta mampu membuat APE alternatif dan merancang Permainan tradisional menggunakan media dan bahan dari lingkungan alam sekitar.    -    Peserta mengetahui berbagai Media APE dalam pembelajaran  PAUD
-    Peserta mengetahui jenis-jenis Media APE dalam pembelajaran  PAUD.
-    Peserta mampu mengembangkan Alat Permainan Edukatif yang bahan dan alat bersumber dari lingkungan sekitar.
-    Peserta mampu membuat dan menerapkan Media APE dan permainan tradisional dalam pembelajaran  PAUD.
   

Tindak Lanjut dari pelatihan ini :
-    Peserta yang mengikuti program pelatihan diharapkan mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bisa dikembangkan agar bisa menjadi pendidik paud yang handal yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang memadai.
-    Penentuan peringkat peserta pelatihan, untuk mengetahui sejauh mana tingkatan pengetahuan dan motivasi kelas dari masing-masing peserta pelatihan.
-    Pengiriman surat ketenagaan ke tempat asal peserta, untuk melaporkan hasil dan memberikan gambaran pelaksanaan kepada pimpinan dan lembaga tehadap peserta yang telah dikirimkan mengikuti pelatihan tersebut.
-    Peserta mempraktikan pembuatan Ape dan permainan tersebut di lembaga atau instansinya masing-masing, panitia pelaksana memantau hasil ujicoba desain model yang telah diterapkan.



BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa uraian di atas dan hasil analisis model dari gambaran desain diklat pendidik paud berwawasan lingkungan ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Model Diklat pendidik paud berwawasan lingkungan yang lebih efektif untuk pendidik paud adalah model pelatihan yang mengangkat nilai-nilai tradisi yang bersumber dari akar budaya lokal sendiri.
  2. Dikembangkan materi dan konsep pelatihan yang tidak tergantung dengan hasil pelatihan pendidik paud dari pusat agar sesuai dengan kondisi daerah setempat.
  3. Desain pelaksanaan dalam diklat pendidik PAUD ini adalah model IPPO dan IDDIE yaitu suatu proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan atau sistematika yang merupakan suatu kesatuan dari program diklat.
  4. Jenis kurikulum yang dikembangkan dalam model pelatihan ini adalah kurikulum berbasis lapangan.
  5. Pemanfaatan media alternatif dari alam baik berupa eceng gondok maupun jangkrik dalam pengembangan media ape memiliki beberapa keunggulan salah satunya bahan media murah dan mudah didapat di lingkungan sekitar.
  6. Aplikasi media alam seperti eceng gondok dan Jangkrik dalam proses pembelajaran peserta didik memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan kemampuan belajar, sehingga meningkatkan kemampuan moral dan intelektual peserta didik.
  7. Strategi yang diterapkan dengan mengimplikasikan konsep pembuatan APE Dari bahan eceng gondok dan Jangkrik dapat menyelaraskan pelaksanaan program pelatihan pendidik PAUD sehingga menjadi program yang menarik yang didapat diterapkan kepada anak didik.

C. Rekomendasi

Desain model dan kerangka program telah diungkapkan dalam karya tulis ini karena itu perlu direkomendasikan untuk diterapkan dalam berbagai aspek penyelenggaraan diklat Pendidik Paud yang bersangkutan sebagai berikut :
  1. Motivasi kegiatan penyelenggaraan Diklat yang sudah baik selama ini perlu dipertahankan bahkan perlu ditingkatkan/dikembangkan upaya-upaya yang memperkaya pemenuhan kebutuhan dasar setiap komponen pelaksana  perlu ditingkatkan serta  perlu dipikirkan insentif rutin bagi para penentu kebijakan.
  2. Motivasi kegiatan penyelenggaraan PAUD yang sudah baik selama ini perlu dipertahankan bahkan perlu ditingkatkan/dikembangkan upaya-upaya yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan dasar setiap komponen pelaksana  perlu ditingkatkan serta  perlu dipikirkan insentif rutin bagi para tutor dan pengelola.
  3. Kepuasan kerja seseorang timbul karena ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Oleh sebab itu perlu adanya iklim kerja sama yang baik antarsesama Pendidik dan pengelola PAUD, penempatan personel hendaknya sesuai dengan kemampuan, pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.
  4. Kepada pihak terkait yang berkepentingan dalam menentukan kebijakan program agar dapat menerapkan mekanisme penyelenggaraan proyek yang memberikan manfaat yang besar terhadap pendidik paud.
  5. Bagi Anak didik dan pendidik hendaknya diarahkan pada kemampuan mandiri dalam kegiatan belajarnya secara langsung. Peran pendidik dan pengelola diarahkan pada kepentingan tumbuh dan kembang anak secara intelektual, emosional dan spritual sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
  6. Perlu ada penelitian yang sejenis dengan tema yang berbeda untuk menguji berbagai teori-teori pendidikan anak usia dini, serta dengan memilih variabel lain dalam lingkup penyelenggaraan diklat pendidik PAUD.


Sumber :

DAFTAR PUSTAKA





Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.



As’ad, M. 2002. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.



Briant, Montaza Z. 2007. Baby Language: Mengajarkan Bahasa Isyarat pada Bayi. Jakarta: Buana Ilmu Populer.



DePorter, Bobbi, dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan . Bandung: Khaifa.



DePorter, Bobbi, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie. 2008. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di ruang-ruang Kelas. Bandung: Khaifa.



Diglif, 2011, training, Diambil tanggal 11 Juni 2011 dari http://digilib.petra.ac.id/



Juan Fransiska, 2011, Musim Adu Jangkrik, Diambil tanggal 9 Juni 2011 dari http://juanfrans77.blogspot.com.



Gaspersz, Vincent. 2005. Total Quality Manajement. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.



Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru.



_____________. 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.



Hamzah. 2007. Perencanaan Pembelajaran . Jakarta: PT Bumi Aksara.

Johnson, Elaine B,PH.D  2007. Kontextual Teaching and Learning;Menjadikan Kegiatan Belajar-mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center.



Kamus BBI, 2010. Arti jangkrik, Diambil tanggal 11 Juni 2011 dari http://www.artikata.com/arti-331419-jangkrik.html



Mursel, J. 2006. Successful Teaching. Jakarta: Bumi Aksara.



Nasution, S. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.



Panjaitan, Sondang Aemilia. 2003. Efek Musik Pada Tubuh. Diambil tanggal 3 Juli 2008 dari http://www.cibuku.com  eBook of My Life-by Jeffry Siregar.htm.



Productivity Commission. 2003. Productivity. Diambil tanggal 30 Oktober 2004 dari http://www.commissionproductivityprimer/html.



Sadiman, Arief. 2008. Media Pendidikan.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.



Sihombing, Umberto. 1999. Pendidikan non Formal kini dan Masa Depan. Jakarta: PD MahKota.



________________. 2000. Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strateg, Konsep Kiat dan Pelaksanaan. Jakarta: PD MahKota.



Sudjana S, D. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah untuk pendidikan Nonformal dan Pengembangan SDM. Bandung: Remaja Rosdakarya.





__________. 2000. Manajemen program pendidikan: Untuk pendidikan non Formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.



__________. 2000.  Pendidikan Non Formal: Wawasan Sejarah Perkembangan, Falsafah dan Teori Pendukung, Serta Asas. Bandung: Falah Production.



Syamsuhidayat, R. 1998. Beberapa Aspek Pendidikan Sikap dan Tingkah Laku..  Jakarta: Rake Sarasin.



Usman, Uzer, Lilis Setiawati. 2001. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar..  Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.



Undang-Undang Nomor. 20/2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.



Wenger, Win, Ph.D. 2004. Beyond Teaching dan Learning: Memadukan quantum Teaching dan Learning.  Bandung: Nuansa.


Yukl, Gary A. 2001. Kepemimpinan dalam Organisasi. (Terjemahan oleh Yusuf Udaya) Jakarta: Prenhallindo.

Labels

About us

Text Widget

Common

Masukkan kode iklan di sini. Diwajibkan iklan ukuran 300px x 250px. Iklan ini hanya akan tampil di halaman utama pada tampilan desktop.

Labels

About Us

Berita Terbaru

FAQ's

© 2014 filejamil. Designed by Bloggertheme9
Proudly Powered by Blogger.